Oleh: Prof. Dr. Ir. Endang S. Rahayu, MS.
Sesuai dengan definisi yang ada bahwa probiotik merupakan mikroorganisme yang dikonsumsi dalam kondisi hidup dengan jumlah yang cukup serta mampu berkembang biak dalam saluran pencernaan manusia dan membawa manfaat kesehatan (FAO/WHO, 2002). Maka persyaratan utama bakteri probiotik adalah memiliki kemampuan untuk tetap hidup saat melewati lambung, saluran pencernaan dengan berbagai aktivitas enzimatik, akhirnya menuju kolon dan berkembang serta membawa manfaat bagi kesehatan tubuh. Kemampuan berkembang biak pada kolon dapat diuji dengan terdapatnya bakteri probiotik dalam feses setelah subjek mengonsumsi bakteri ini (Utami dkk 2015 dan Rahayu dkk 2016).
Uji strain probiotik dalam feses merupakan uji yang umum dilakukan, sedang untuk membedakan antara bakteri probiotik serta bakteri lainnya yang jumlahnya ribuan kali lebih banyak, diperlukan media selektif khusus untuk strain probiotik terkait. Uji pada media tumbuh digunakan untuk memastikan bahwa strain probiotik tetap hidup dan berkembang pada usus, yang keberadaannya tercermin di feses. Selanjutnya untuk memastikan bahwa strain yang terdapat pada feses betul-betul strain probiotik yang dikonsumsi, dapat dilakukan uji lanjutan secara molekuler berbasis DNA dan alat PCR. Tentu saja kemampuan untuk tumbuh di kolon bukan satu-satunya syarat yang harus dimiliki oleh kandidat probiotik, aspek-aspek lain perlu dipertimbangkan juga.
Pada dasarnya, aspek-aspek yang perlu diperhatikan untuk memilih bakteri probiotik untuk industri adalah sebagai berikut:
(1) Asal-usul strain probiotik dan status keamanannya. Bakteri probiotik yang banyak beredar di pasaran saat ini kebanyakan berasal dari mikrobiota usus manusia sehat, namun banyak pula yang diisolasi dari makanan fermentasi. Pemilihan mikrobiota usus sebagai asal probiotik, untuk mendapatkan strain yang memang dapat hidup dan berkembang biak di usus. Namun makanan fermentasi juga merupakan sumber yang ideal karena makanan ini telah dikonsumsi secara turun temurun selama berabad abad dan terbukti aman. Identifikasi yang jelas terhadap strain yang digunakan juga diperlukan, tidak hanya berdasarkan karakteristik penotipik namun juga berdasarkan molekuler (16srRNA). Strain probiotik juga harus disimpan pada Culture Collection yang bereputasi internasional.
(2) Aspek fisiologi strain probiotik. Strain probiotik harus hidup dan melakukan kolonisasi pada lumen usus sehingga perlu dipertimbangkan resistensi terhadap pH rendah dan bile salt, termasuk kemampuan aderensi pada sel epitel manusia. Pertimbangan yang lain adalah memiliki aktivitas anti-mikroorganisme serta kemampuannya untuk menghasilkan enzim atau metabolit tertentu yang dapat membawa manfaat bagi tubuh inang. Daya antagonistis terhadap patogen enterik spesifik (kalau di Indonesia, patogen tropis perlu dipertimbangkan), kemampuan mengasimilasi serum kolesterol dan men-dekonjugasi bile salt, memproduksi asam amino, GABA, asam folat, vitamin, bahkan serotonin, serta memiliki β-galaktosidase, serta enzim-enzim yang lain, merupakan aspek-aspek yang banyak diteliti.
(3) Aspek teknologi. Strain probiotik harus memiliki toleransi yang tinggi terhadap berbagai proses pengolahan pangan. Strain harus memiliki toleransi tinggi terhadap kekeringan, suhu tinggi maupun suhu rendah. Memiliki stabilitas dan viabilitas yang tinggi selama proses, pembekuan, pengeringan, pendinginan, serta penyimpanan. Strain yang akan digunakan untuk proses fermentasi harus memiliki kemampuan untuk menghasilkan produk fermentasi yang dapat diterima oleh konsumen. Apabila strain probiotik digunakan sebagai co-starter juga harus mampu berinteraksi dengan mikroorganisme utama di dalam proses fermentasi. Viabilitas pada produk akhir tetap tinggi sesuai dengan ketentuan pangan probiotik 107-9 CFU/g produk.
(4) Aspek fungsional. Probiotik harus membawa manfaat kesehatan bagi tubuh, sehingga perlu dipertimbangkan aspek fungsional yang berasal dari strain. Beberapa aspek fungsional yang dapat diperoleh dari strain probiotik adalah sebagai immunomodulator, antialergi, antihipertensi, antikanker, dll, sesuai dengan karakteristik masing-masing strain yang digunakan. Aspek-aspek di atas adalah strain dependen atau tergantung dari strain probiotik itu sendiri. Setiap aspek yang diteliti harus dibuktikan melalui penelitian ilmiah yang terstruktur. Bahkan manfaat kesehatan yang dimiliki oleh strain probiotik tertentu harus dibuktikan melalui uji klinis yang selanjutnya dipublikasikan dalam jurnal ilmiah bereputasi.
Tim peneliti probiotik Fakultas Teknologi Pertanian dan Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada telah melakukan penelitian panjang mulai dari skrining probiotik dari berbagai sumber serta mempelajari aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan sebelum strain indigenos ini dapat masuk ke dunia industri. Perlu waktu panjang serta kegiatan yang konsisten untuk dapat membawa hasil penelitian ke industri dan pasar.
Referensi:
Utami T, Cahyanto MN, Juffrie M, and Rahayu ES. 2015. Recovery of Lactobacillus casei strain Shirota (LcS) from the intestine of healthy Indonesian volunteers after intake of fermented milk and its impact on the Enterobacteriaceae faecal microbiota. International Journal of Probiotic and Prebiotic 10 (2/3): 77-84
Rahayu ES, Cahyanto MN, Mariyatun, Sarwoko MA, Haryono P, Windiarti L, Sutriyanto J, Kandarina, I, Nurfiani S, Zulaichah E, Utami T. 2016. Effects of consumption of fermented milk containing indigenous probiotic Lactobacillus plantarum Dad-13 on the fecal microbiota of healthy Indonesian volunteers. International Journal of Probiotics and Prebiotics. 11(2): 91-98.