Gut Microbiota: Perkembangannya pada Manusia
Oleh Tim Peneliti Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM
Saat ini ilmu gut microbiota berkembang dengan pesat, terutama didukung oleh peralatan canggih yang secara cepat dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai jenis mikroorganisme yang terdapat dalam saluran pencernaan manusia. Berawal dari ketertarikan Theodor Escherich (1857-1911) terhadap faktor penyebab diare pada bayi. Dia menggoreskan feses bayi pada gelas preparat dilanjutkan dengan pengamatan menggunakan mikroskop. Hasil dari pengamatan tersebut diperoleh perbedaan komposisi populasi bakteri pada feses bayi yang minum air susu ibu (ASI) dan susu botol. Dia memberi nama Bacterium coli communior sebagai bakteri yang dominan pada feses, bakteri ini diperkirakan mencerminkan keberadaan bakteri pada kolon, yang selanjutnya diberi nama Escherichia coli. Selain itu, pada Tahun 1899 Tissier menemukan bahwa bakteri Probiotik dan Gut Microbiota yang predominan pada usus bayi ASI adalah bakteri anaerob yang diberi nama Bacillus bifidus, yaitu bakteri yang berbentuk bifid (Y). Penelitian ini merupakan awal dari penemuan Bifidobacterium yaitu bakteri yang dikenal baik pada usus manusia. Metchnikoff (1908) juga melakukan pengamatan terhadap orang Bulgaria yang tetap sehat saat berusia lanjut, diduga berasal dari konsumsi yogurt yang mengandung bakteri hidup, Lactobacillus. Teori ini menjadi landasan konsep probiotik yang saat ini diartikan sebagai konsumsi sel hidup yang memiliki efek kesehatan bagi tubuh. Ketiga peneliti ini merupakan pionir di bidang penelitian mikrobiota usus (gut microbiota). Penelitian tentang gut microbiota saat ini juga sedang dilakukan oleh Tim Peneliti Probiotik – Gut Microbiota Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada (FTP-UGM). Diharapkan, data yang diperoleh dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara pola makan, gut microbiota, dan kondisi kesehatan.
Kini, dengan menggunakan teknik molekuler seperti teknik PCR (Polimerase Chain Reaction) dengan berbagai jenis primer tidak hanya bakteri-bakteri yang telah dikulturkan saja yang dapat terdeteksi, namun juga termasuk unculturable microorganism, yang justru lebih dominan di dalam usus sehingga jenis maupun jumlah mikroorganisme yang terdapat di saluran pencernaan dapat diperkirakan. Apalagi didukung dengan peralatan canggih seperti Next Generation Sequencing (NGS) dapat diperoleh informasi megenai microbiota, microbiome, metagenomic, metatranscriptomic, metabolomics, gene profile. Selanjutnya, metode kultur maupun metode non kultur dapat digunakan untuk menjawab mikroorganisme yang terdapat dalam mikrobiota usus. Dengan NGS dapat dilakukan gen profiling serta analisis berbagai gen-gen fungsional yang terdapat pada komunitas mikrobiota usus. Gen profi ling dan gen-gen fungsional dapat digunakan untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh mirobiota usus.
Saat ini penelitian mikrobiota usus dilakukan dari hasil analisis mikrobiota yang ada pada feses volunteer. Walaupun mungkin ada perbedaan yang signifikan antara mikrobiota yang benar-benar berada di dalam usus namun, sampel yang mencerminkan usus melalui endoskopi sulit untuk dilakukan. Oleh sebab itu, sampai dengan saat ini, walaupun disebutkan sebagai gut microbiota, namun secara umum dapat dipahami bahwa kenyataannya yang dimaksud yaitu fecal microbiota. Diharapkan, mikrobiota feses ini dapat mencerminkan keberadaan mikrobiota usus. Saat ini, mikrobiota usus tidak hanya dikaitkan dengan penyakit saluran pencernaan saja, namun juga penyakit-penyakit yang tampaknya tidak ada hubungannya, tapi dari hasil penelitian terkini ternyata ada kaitannya satu dengan yang lain, yaitu diabetes tipe II, kegemukan, obesitas, depresi, anorexia nervosa, autism, penyakit parkinson, alergi, asma, liver, dan corona virus disease-19.
Oleh
Tim Peneliti Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM