Oleh: Alfia N. Hayati
Pada hari Selasa, tanggal 14 Maret 2013, Prof. Dr. Ir. Tyas Utami, M.Sc, sekretaris PUI-PT Probiotik sekaligus dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Mikrobiologi Pangan. Di dalam pengukuhan yang berlokasi di Balai Senat UGM tersebut, Prof. Tyas Utami menyampaikan pidato dengan judul Probiotik Indigenous: Potensi dan Tantangannya dalam Mendukung Kesehatan.
Poin-poin yang diuraikan dalam pengukuhan tersebut adalah mengenai mikrobiota saluran pencernaan, hubungan mikrobiota saluran pencernaan dengan pola makan dan kesehatan tubuh, peran probiotik untuk kesehatan saluran pencernaan, potensi probiotik indigenous serta peluang dan tantangan teknologi produksi probiotik indigenous dan produk pangan probiotik, serta peran perguruan tinggi dalam menyokong komersialisasi produk probiotik indigenous untuk mendukung kesehatan.
Dalam pidato tersebut, Prof. Tyas Utami menyampaikan bahwa peningkatan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan diiringi dengan peningkatan permintaan produk pangan yang menyehatkan. Salah satu contoh produk pangan tersebut adalah yang mengandung probiotik karena mikroorganisme ini mampu memberikan manfaat kesehatan bagi yang mengkonsumsinya dalam jumlah tertentu. Namun, di Indonesia, berbagai produk yang mengandung probiotik hampir semua menggunakan probiotik impor, padahal probiotik indigenous dari Indonesia telah banyak diteliti dan diaplikasikan dalam produk, meski dalam skala produksi yang kecil. Oleh karena itu, diperlukan komersialisasi produk probiotik indigenous sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat.
Dalam proses komersialisasi tersebut, terdapat berbagai tantangan yang akan dihadapi. “Tantangan pengembangan produk probiotik indigenous ke depan adalah teknologi produksi bubuk probiotik skala besar dengan kandungan sel hidup tetap tinggi sampai dikonsumsi, termasuk teknologi enkapsulasi, pengeringan, dan pengemasan untuk melindungi sel probiotik. Dalam pengembangan produk-produk makanan probiotik diperlukan juga modifikasi proses untuk memastikan probiotik tetap hidup tanpa mempengaruhi karakteristik produk tersebut,” jelasnya.
Berdasarkan tantangan tersebut, menurutnya masih diperlukan riset skala pilot-plant untuk menjembatani penelitian di laboratorium menuju komersialisasi serta diperlukan kerja sama yang sinergis antara peneliti dari berbagai disiplin ilmu, mitra industri, dan perguruan tinggi sehingga pengembangan produk probiotik indigenous yang memberikan manfaat kesehatan akan semakin memperluas jangkauan pemanfaatannya dalam mendukung kesehatan.