Gut Microbiota – Brain – Liver – Lung Axis
Oleh: Prof. Dr. Ir. Endang S. Rahayu, M.S.
Bagaimana menjelaskan hubungan antara mikrobiota yang ada di Gut (usus) dengan Liver, Brain, dan Lung? Bagaimana peran probiotik di dalam mengatasi dysbiosis?
Gut Microbiota yang berisi triliunan mikroorganisme dengan sekitar 2000-3000 spesies yang berbeda serta total gen sekitar 150x lebih banyak dari gen manusia, memiliki peranan penting di dalam kesehatan tubuh. Perkembangan gut microbiota dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu diet (pola makan), genetik, umur, daerah, kebiasaan, aktivitas fisik, obat-obatan, dan faktor yang lain. Namun, di antara faktor-faktor ini, diet merupakan faktor utama.
Saat ini telah terbukti bahwa keberadaan gut microbiota tidak hanya terkait dengan usus dan sekitarnya, tetapi juga organ-organ yang lain di antaranya otak, liver, maupun paru-paru. Hubungan ini disajikan pada Gambar. Bahwa terdapat hubungan timbal balik antara gut microbiota dan otak, gut microbiota dan liver, maupun gut microbiota dengan paru paru.
Gut microbiota dalam keadaan seimbang (normobiosis atau homeostasis) diartikan sebagai suatu kondisi terjadinya keseimbangan internal yang ideal, yaitu, saat semua sistem tubuh bekerja dan berinteraksi dengan cara yang tepat, dan memberikan keuntungan baik terhadap host maupun gut microbiota-nya. Sedang kondisi dysbiosis, yaitu saat terjadi perubahan komposisi dan populasi mikrobiota, atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa populasi bakteri yang kurang menguntungkan jauh melebihi bakteri baik.
Kondisi dysbiosis berkorelasi dengan munculnya berbagai penyakit (garis merah pada gambar), dan tidak hanya terjadi pada usus, namun juga menyerang organ-organ yang lain. Beberapa contoh IBD (inflammatory bowel syndrome), obesitas, malnutrisi, gangguan neurologis, kanker kolon, termasuk penyakit liver.
Dysbiosis juga berpengaruh pada fungsi otak. Dikarenakan otak juga membutuhkan produk-produk metabolit yang penting, di antaranya sitokin dan SCFA, yang dihasilkan oleh mikrobiota usus sehingga dysbiosis berdampak pada kesehatan saraf dan mental. Karenanya, semakin jelas bahwa ada komunikasi antara gut microbiota dan otak (gut microbiota – brain axis).
Pada kondisi dysbiosis yang diperparah dengan adanya infeksi sel epitel, yang berakibat pada kerusakan usus, memunculkan hypothesis leaky gut, yang dapat berdampak pada liver. Diduga bahwa terjadinya kebocoran pada usus diikuti dengan masuknya berbagai hasil metabolisme gut microbiota, yang diperkirakan merupakan salah satu penyebab penyakit liver.
Bahkan akhir-akhir ini diketahui bahwa pada pasien covid-19 juga mengalami dysbiosis. Artinya bahwa walaupun infeksi oleh virus corona terjadi pada paru-paru, namun dampaknya adalah sampai ke kondisi mikrobiota usus, yaitu terjadi dysbiosis.
Semakin jelas bahwa dysbiosis tidak hanya terkait dengan gangguan pada usus, namun juga organ lain yaitu otak, liver maupun paru paru.
Bagaimana mengatasi dysbiosis? Apakah manipulasi gut microbiota, dengan konsumsi probiotik dapat digunakan untuk mengatasi dysbiosis?
Pemberian probiotik dapat menjadi salah satu alternatif. Bagaimana peran probiotik? Konsumsi probiotik yang diartikan sebagai mikroorganisme hidup diperkirakan dapat menjaga kesehatan saluran pencernaan dan mengatasi munculnya dysbiosis. Telah dikemukakan bahwa probiotik mampu mengatasi diare yang muncul akibat patogen enterik, IBD, IBS. Bahkan, beberapa strain probiotik juga diketahui dapat mengatasi alergi, menurunkan kolesterol. Beberapa penelitian bahkan telah menyebutkan bahwa konsumsi probiotik juga dapat digunakan untuk mengatasi masalah metabolic disorder (gangguan metabolisme) bahkan autisme, walaupun penelitian tentang hal itu masih perlu dibuktikan lebih lanjut. Lactobacillus dan Bifidobacterium menghasilkan metabolit-metabolit yang menguntungkan, contohnya SCFA dan beberapa neurotransmiter seperti GABA (Gamma- Aminobutyric-Acid), neropinephrine, depomine, serotonin. Metabolit ini dapat masuk via mukosa usus. Walaupun efek langsung ke otak masih dipertanyakan, namun beberapa penelitian menggunakan tikus telah dapat dibuktikan.
Bagaimana hubungan dysbiosis yang disebabkan oleh Covid-19. Sampai dengan saat ini belum ada publikasi yang menjelaskan peran probiotik di dalam mengatasi serangan Covid-19. Namun, setidaknya dengan konsumsi probiotik, masalah dysbiosis yang terjadi pada usus, diharapkan dapat diatasi. Saat terjadi keseimbangan gut microbiota, diharapkan bakteri probiotik yang dikonsumsi bersama bakteri komensal di usus, dapat menstimulasi sistem imun, untuk menjaga tubuh tetap sehat dan tidak mudah terserang infeksi.
Salam sehat bersama probiotik.
ESR