Oleh: Prof. Dr. Ir. Endang S. Rahayu, MS.
Jawabannya ternyata memang ada. Covid-19 yang membuat repot sedunia, adalah molekul genetik RNA yang terbungkus protein, yang apabila menyerang manusia via pernafasan, menyebabkan perusakan paru-paru yang pada kondisi parah dapat menyebabkan kematian.
Gao, Yan Qin dkk (Journal of Digestive Disease, Feb 2020) menyebutkan bahwa berdasarkan laporan rumah sakit di Universitas Wuhan, terdeteksi virus Covid-19 pada feses dan hasil swab test anus pasien Covid-19. Oleh karena itu, ada kemungkinan penularan infeksi Covid-19 melalui feses-oral. Sehingga perhatian juga harus diberikan pada kebersihan tangan, muntahan, feses, serta cairan tubuh pasien. Para penulis berpendapat bahwa virus berikatan dengan angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) yang ditemukan di paru-paru yang ternyata juga terdapat di sel epitel usus kecil. Inilah yang menjelaskan bahwa virus juga dapat masuk ke saluran pencernaan. Hal ini sejalan dengan laporan terakhir, bahwa diare juga merupakan salah satu indikasi dari serangan Covid-19, disamping indikasi utama yaitu demam, batuk kering serta sesak nafas. Gejala diare hanya muncul di sekitar 1-10.1%, sedang nausea dan muntah-muntah hanya sekitar 1-3.6% pasien Covid-19. Pemerintah China telah berupaya keras untuk mengatasi Covid-19 ini, terutama dalam mendapatkan anti-virus. Lebih lanjut Gao dkk mengungkapkan bahwa modulasi gut microbiota dengan probiotik dapat dijadikan alternatif untuk mengatasi Covid-19. Diharapkan probiotik yang dapat menyehatkan saluran cerna juga berimbas pada kesehatan saluran pernafasan.
Hal ini juga didukung oleh paper lain yang ditulis oleh Xu Kaijin dkk (PubMed, Feb 2020) berjudul Management of Corona Virus Disease-19 (Covid-19): The Zhejiang Experience. Para penulis menyebutkan bahwa virus asam nukleat ini dapat terdeteksi pada 10% sampel darah pasien pada periode akut dan 50% sampel feses. Bahkan para peneliti ini juga dapat mengisolasi strain virus yang hidup pada feses, yang memberikan indikasi bahwa feses berpotensi sebagai sumber infeksi. Lebih lanjut, para peneliti juga menyebutkan bahwa pada pasien Covid-19 diperkirakan terjadi disbiosis pada usus, ditandai dengan turunnya populasi bakteri baik yaitu Lactobacillus dan Bifidobacterium. Fungsi gizi dan kesehatan usus harus dijaga pada pasien Covid-19. Para penulis juga menyarankan dukungan makanan bergizi dan aplikasi probiotik maupun prebiotik untuk mengatur keseimbangan gut microbiota. Usus sehat mengurangi risiko infeksi sekunder akibat translokasi bakteri patogen. Tentu saja perlu dilakukan penelitian yang mendukung peran probiotik di dalam mengatasi masalah covid-19, khususnya jenis probiotik serta dosis yang tepat.
Referensi:
Qin Yan Gao, Ying Xuan Chen, Jing Yuan Fang. 2020. 2019 Novel coronavirus infection and gastrointestinal tract. https://doi.org/10.1111/1751-2980.12851
Kaijin Xu, Hongliu Cai, Yihong Shen, Qin Ni, Yu Chen , Shaohua Hu, Jianping Li, Huafen Wang, Liang Yu, He Huang, Yunqing Qiu, Guoqing Wei, Qiang Fang, Jianying Zhou, Jifang Sheng, Tingbo Liang, Lanjuan Li. 2020. [Management of Corona Virus disease-19 (COVID-19): The Zhejiang Experience]. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32096367/