Oleh : Fida Hasna Fadhila
Fermentasi merupakan metode pengolahan makanan paling tua di dunia. Makanan fermentasi telah ada sejak 6000 tahun sebelum masehi. Produk fermentasi pertama kali ditemukan di India yaitu fermentasi susu yang menghasilkan Dahi (curd). Kemudian muncul fermentasi keju, wine, roti, sosis, bir, sauerkraut, yogurt, dan sebagainya. Untuk tiap produk, mikroorganisme yang berperan dalam memfermentasi berbeda-beda. Hal ini tergantung dari keberagaman microflora pada tiap daerah yang berbeda-beda. Di Indonesia sendiri juga terdapat berbagai macam makanan fermentasi antara lain brem, asinan sayur dan buah, dadih, tempe, oncom, tape, tempoyak, dan sebagainya.
Menurut ahli biokimia, fermentasi adalah proses pembentukan ATP yaitu komponen organik yang bertindak sebagai donor dan penerima elektron. Populernya makanan fermentasi menjadi perhatian sehingga banyak penelitian yang dilakukan. Kemampuannya dalam meningkatkan dan memperbaiki umur simpan, nilai gizi, efek kesehatan, dan sensoris menjadikan makanan fermentasi menarik untuk diteliti. Produk fermentasi susu yang difermentasi oleh bakteri asam laktat Lactobacillus helveticus diperkirakan mampu menurunkan tekanan darah.
Untuk memfermentasi makanan dibutuhkan mikroorganisme yang berperan dalam memecah komponen organik pada bahan. Mikroorganisme yang biasa digunakan adalah bakteri asam laktat (BAL), bakteri asam asetat (BAA), bakteri bacilli atau yang lain, yeast, atau jamur berfilamen. Mikroorganisme-mikroorganisme tersebut pertama kali diisolasi dan dikarakterisasi oleh Pasteur, Lister, dan ahli mikrobiologi lain.
Bakteri asam laktat merupakan kelompok gram positif, tidak membentuk spora, bakteri aerotolerant (secara filogenetik termasuk dalam filum Firmicutes dan order Lactobacillales). Bakteri tersebut banyak digunakan dalam fermentasi makanan dan memberikan peran penting dalam memfermentasi produk dairy, sereal, daging, dan produk sayuran. Di samping bakteri asam laktat, beberapa spesies Bacillus berperan dalam memfermentasi bahan makanan tertentu, contohnya Bacillus subtilis digunakan dalam memfermentasi kacang kedelai yang menghasilkan natto, dan bakteri asam asetat digunakan dalam pembuatan cuka. Selain itu, Staphylococcus, Enterococcus, Brevibacterium, dan Propionibacterium juga memiliki peran pendukung dalam memfermentasi sosis dan keju. Pada fermentasi kubis atau sayuran hijau lainnya mikroorganisme yang berperan adalah Leuconostoc mesenteroides diikuti spesies Lactiplantibacillus, dan Levilactobacillus brevis yang menghasilkan sauerkraut (berasal dari Eropa dan Amerika Utara), kimchi (berasal dari Korea), suan-cai (berasal dari China) atau sinki (berasal dari Nepal). Pada kelompok fungi, yeast yang menghasilkan alkohol, biasanya Saccharomyces, digunakan dalam pembuatan roti, bir, wine, dan fermentasi alkohol lainnya. Kelompok jamur lain seperti Penicillium, Aspergillus, dan Rhizopus mampu memfermentasi dairy, daging, dan produk kedelai dan juga strain yang memproduksi proteinase, lipase dan amilase.
Faktor keamanan pada produk pangan menjadi hal utama yang perlu diperhatikan karena menyangkut kesehatan konsumen. Proses fermentasi mampu meningkatkan dan memperbaiki keamanan pada produk pangan. Produk fermentasi yang mengandung asam organik cukup tinggi (>100mM), aktifitas air yang rendah, garam, nitrit, dan komponen antimikrobial lain cenderung memiliki jangka waktu keamanan yang panjang. Selain itu juga, produk minuman yang mengandung alkohol sebanyak 4% atau lebih dengan pH kurang dari 4,5 aman secara mikrobiologis. Produk fermentasi memiliki tingkat keamaan yang cukup tinggi karena berapa BAL (baik indigenous maupun ditambah sebagai starter) mampu menghasilkan komponen anti microbial seperti bakteriosin yang mampu menghambat bakteri yang tidak diinginkan seperti Listeria, Clostridium, dan Staphhylococcus. Bakteri yang tidak diinginkan ini yang dapat menyebabkan kontaminasi pada produk sehingga merusak kualitasnya. Selain itu, BAL mampu memproduksi komponen anti mikrobia antara lain:
- Asam organik, asetaldehid, dan etanol
Asam asetat memiliki kemampuan lebih tinggi dalam menghambat yeast, mold, dan bakteri disbanding asam laktat
- Hydrogen peroksida
Hidrogen peroksida terbentuk selama proses fermentasi asam laktat mampu menghambat pertumbuhan beberapa mikroorganisme
- Karbondioksida
Pembentukan karbondioksida melalui proses fermentasi menciptakan kondisi anaerob yang bersifat toksik bagi beberapa mikroorganisme aerobik
- Diasetil
Diasetil berperan dalam memberi aroma dan flavor butter dan beberapa produk fermentasi susu
- Reuterin
Reuterin memiliki sifat antimikrobia yang mampu melawan virus, fungi, dan protozoa
- Bakteriosin
Bakteriosin berperan dalam mendepolarisasi membrane sel target
Produk pangan fermentasi juga mampu meningkatkan keamanan pangan dan nilai gizi dengan cara menghilangkan toksin atau zat anti gizi pada bahan. Beberapa bahan pangan mengandung komponen yang beracun dan harus dihilangkan. Pada singkong mentah yang pahit mengandung toksin cyanogenic glycoside yang harus dihilangkan melalui proses fermentasi, perendaman dengan air (untuk melarutkan toksin), atau metode lain untuk mencegah racun tersebut dikonsumsi. Sourdough yang terbuat dari gandum mengandung fitat yang merupakan zat anti gizi yang dapat mengganggu reabsorpsi. Dengan fermentasi, fitat direduksi sehingga mampu meningkatkan kalsium, magnesium, besi, dan zinc dalam roti. Produk fermentasi sourdough cocok untuk gluten intoleran dan penderita irritable bowel syndrome karena fermentasi sourdough mampu mengurangi konsentrasi protein imun, termasuk inhibitor amilase-tripsin.
Cemaran pathogen menjadi ancaman bagi suatu produk pangan karena mempengaruhi keamanan dalam suatu produk pangan. Mikroorganisme pathogen mampu menghasilkan toksin dan metabolit yang berbahaya jika dikonsumsi. Akan tetapi produk pangan yang difermentasi oleh BAL, yeast, dan mold tidak menghasilkan toksin maupun metabolit berbahaya dan bersifat non-patogen. Hal yang perlu diperhatikan saat membuat pangan fermentasi adalah bahan-bahan yang digunakan harus aman . Meskipun demikian, beberapa keju dan pangan fermentasi dengan asam rendah berpeluang untuk terkontaminasi oleh Listeria monocytogenes, Salmonella, Clostridium botulinum atau foodborne pathogen yang lain. Walaupun tidak memiliki efek secara langsung bagi tubuh, beberapa mikroorganisme (termasuk Lactobacillaceae seperti Enterococcus dan Staphylococcus) berkaitan dengan keju long-ripened, sosis, dan pangan fermentasi lainnya mampu membawa gen rersistensi antibiotik.
Metabolit mikrobia (dalam kondisi tertentu) mampu menunjukkan resiko keamanan pangan sehingga tidak dikonsumsi secara berlebihan. Beberapa BAL mampu menghasilkan histamin, tiramin, dan amina biogenic lainnya melalui dekarboksilasi asam amino selama fermentasi pada produk keju, daging, sayuran, kacang kedelai, dan wine. Untuk mengurangi kontaminan tersebut dapat dengan cara menerapkan hygiene dan menggunakan starter kultur decarboxylase-negative.
Proses fermentasi terjadi karena adanya peran dari mikroorganisme bakteri, yeast, ataupun mold. Mikroorganisme yang berperan untuk memfermentasi tiap bahan pangan berbeda. Contohnya bakteri asam laktat Streptococcus thermophilus berperan dalam fermentasi susu menjadi yogurt, yeast Saccharomyces dalam fermentasi roti, dan mold Rhizopus oligosporus dalam pembuatan tempe. Selama proses fermentasi, dihasilkan komponen yang dapat melawan pathogen maupun senyawa yang dapat menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan. Makanan fermentasi memiliki banyak manfaat kesehatan terutama dalam meningkatkan keberagaman mikroflora pencernaan. Selain itu, fermentasi mampu memperbaiki nilai gizi dan menjadi metode pengawetan makanan yang mudah karena terjadi secara spontan.
Sumber utama tulisan ini adalah dari:
Marco, M. L., Sanders, M. E., Ganzle, M., Arrieta, M. C., Cotter, P. D., Vuyst, L. D., Hill, C., Holzapfel, W., Lebeer, S., Merenstein, D., Reid, G., Wolfe, B. E., and Hutkins, R. 2019. The International Scientific Association for Probiotics and Prebiotics (ISAPP) consensus statement on fermented foods. Natural Reviews Gastroenterology & Hepatology.
Ray, Ramesh & Joshi, Vinod. (2014). Fermented Foods: Past, Present and Future. 10.13140/2.1.1849.8241.