Oleh : Mifta Gatya
Probiotik yaitu mikroorganisme hidup yang apabila dikonsumsi dengan jumlah yang cukup dapat memberikan efek kesehatan. Definisi tersebut kemudian diperkuat lagi dengan adanya pernyataan bahwa probiotik tidak hanya mikroorganisme hidup saja, tetapi juga merupakan strain yang terdefinisi dengan baik. Probiotik paling banyak diaplikasikan pada makanan fermentasi. Makanan fermentasi dibuat dengan memanfaatkan mikroorganisme seperti ragi, bakteri, yeast atau mold. Produk fermentasi menghasilkan makanan dengan aroma, rasa dan tekstur yang khas tergantung dengan strain mikroorganisme yang digunakan serta cara pembuatannya. Banyak orang yang mengaitkan makanan fermentasi dengan produk probiotik dikarenakan proses pembuatannya yang menggunakan mikroorganisme. Lalu apakah semua makanan fermentasi mengandung probiotik? Makanan atau minuman fermentasi tidak selalu mengandung bakteri hidup saat dikonsumsi. Misalnya pada roti, setelah dilakukan fermentasi dilanjutkan dengan proses pengovenan yang dapat membunuh mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi roti. Beberapa industri olahan fermentasi seperti beer dan wine juga memiliki tahapan proses untuk membunuh dan memisahkan mikroorganisme hidup yang berperan dalam proses fermentasi. Meskipun tidak semua proses pengolahan makanan fermentasi melibatkan proses inaktivasi mikroorganisme, produk akhirnya masih disebut sebagai makanan fermentasi. Akan tetapi, makanan yang mengandung makanan yang terfermentasi belum tentu termasuk dalam produk fermentasi. Contohnya yaitu salad dressing yang dibuat menggunakan cuka atau sour cream yang merupakan hasil fermentasi.
Terkadang pada makanan atau minuman fermentasi terdapat label yang bertuliskan “produk probiotik” atau “mengandung probiotik”. Pernyataan ini menunjukkan bahwa terdapat bakteri hidup yang dapat membawa efek kesehatan di dalam produk tersebut. Untuk dapat menyatakan bahwa makanan fermentasi tersebut mengandung probiotik, perlu ditunjukkan bukti bahwa bakteri tersebut merupakan bakteri hidup dengan strain spesifik yang dapat membawa efek kesehatan ketika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup. Tidak hanya itu, strain bakteri yang digunakan juga perlu diuji keamanannya dan dipastikan jumlahnya saat dikonsumsi masih mencukupi untuk membawa efek kesehatan. Misalnya pada produk fermentasi spontan seperti asinan yang mengandung banyak strain Lactiplantibacillus plantarum yang belum teridentifikasi dan tidak diketahui jumlahnya, tidak dapat disebut dengan probiotik. Sebaliknya apabila digunakan Lactobacillus plantarum 299v yang sudah teridentifikasi, terkarakterisasi dan tercatat sebagai GRAS (Generally Recognized as Safe) dan jumlah bakteri tersebut mencukupi sampai makanan tersebut dikonsumsi, maka asinan ini dapat disebut sebagai produk probiotik.
Terkadang, makanan fermentasi masih dapat disebut sebagai produk probiotik walaupun efek kesehatannya masih belum diketahui selama strain tersebut masih memenuhi kriteria probiotik lainnya dan berasal dari salah satu spesies yang memberikan efek kesehatan lewat prinsip ‘shared benefits’. Prinsip ini didasarkan terhadap pengetahuan terhadap spesies bakteri yang aktif diteliti manfaatnya dalam peningkatan kesehatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hill et al. (2014) dan Sanders et al. (2018), selama sebagaian besar strain dari spesies bakteri yang sudah ditemukan cukup banyak diteliti dan terbukti manfaatnya dalam kesehatan, maka kemungkinan bakteri tersebut dapat membawa efek kesehatan jika dikonsumsi. Terdapat beberapa spesies umum probiotik yang dapat digunakan dalam makanan. Contohnya, Health Canada telah mencatat lebih dari 20 spesies dari genus Lactobacillus dan Bifidobacterium yang dapat memberikan manfaat dalam jumlah minimum yaitu 109 colony-forming units (CFU) dalam sekali konsumsi. Di Eropa, terdapat klaim kultur bakteri hidup yang dapat digunakan untuk yoghurt berdasarkan European Food and Safety Authority yaitu Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus dan Streptococcus thermophilus). Akan tetapi, jika yoghurt tersebut ingin di klaim sebagai produk probiotik, maka strain harus terdefinisi secara spesifik. Kemungkinan besar, produk fermentasi yang beredar di masyarakat tidak termasuk dalam produk probiotik. Kebanyakan makanan fermentasi hanya menggunakan bakteri sebagai kultur starter dan menfaat kesehatan dari bakteri tersebut juga belum terbukti secara pasti. Menurut Hill et al. (2014) industri dapat menggunakan klaim produk probiotik apabila tidak ada tahapan proses yang bertujuan untuk membunuh atau menginaktivasi bakteri dan jumlahnya mencukupi untuk memberikan manfaat kesehatan ketika dikonsumsi.
Makanan fermentasi yang mengandung bakteri probiotik dapat memberikan manfaat dari segi kandungan komposisinya maupun mikroorganismenya. Selama tahap fermentasi, probiotik dapat memperkaya maupun mendegradasi komponen gizi dalam pangan. Salah satunya yaitu Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus 2038 dan Streptococcus thermophillus 1131 pada yoghurt yang dapat memecah laktosa menjadi gula yang lebih sederhana sehingga memungkinkan penderita lactose intolerant untuk dapat dapat mengkonsumsi yoghurt dengan aman. Probiotik juga bisa mengurangi konsentrasi monosakarida dan disakarida atau gula berkalori tinggi yang berdampak pada berkurangnya nilai indeks glikemik. Penurunan nilai indeks glikemik pada makanan menyebabkan penurunan potensi peningkatan gula darah saat makanan tersebut terkonsumsi sehingga baik untuk tubuh, terutama bagi penderita diabetes.
Makanan fermentasi sering digunakan sebagai bahan perantara untuk membawa bakteri probiotik. Bakteri probiotik yang masuk ke dalam usus dapat membawa manfaat untuk tubuh diantaranya yaitu membantu dalam peningkatan sistem imun dan membantu mengatasi nutritional disorder. Mekanisme peningkatan sistem imun oleh probiotik dikaitkan dengan Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang merupakan salah satu komponen Mucose Associated Lymphoid Tissue (MALT)/ jaringan limfoid yang berhubungan dengan mukosa yang tidak hanya terdapat pada saluran cerna, namun juga ada di saluran napas bagian atas, urogenital, dll. Saluran cerna manusia yang luas terpapar oleh berbagai mikroorganisme dalam berbagai macam makanan yang dikonsumsi sehingga sekitar 2/3 bagian atau 70% sistem imun berada di saluran cerna. Dalam hal ini probiotik dapat digunakan sebagai terapi untuk memodifikasi komposisi mikrobia di saluran cerna. Peningkatan sistem imun juga dapat dikaitkan dengan kemampuan probiotik dalam mencegah adanya adesi patogen yang memicu terjadinya inflamasi pada epitel usus.
Selain itu, probiotik dapat membantu mengatasi masalah nutritional disorder lewat kemampuannya dalam memproduksi Short Chain Fatty Acid seperti asam asetat, propionat dan butirat di dalam kolon. Dengan dihasilkannya SCFA, maka metabolisme gut microbiota maupun inangnya dalam mengaktivasi reseptor G-protein coupled cell (GPR) yaitu GPR41 dan GPR43. Aktivasi GPR41 akan menstimulasi sekresi hormon peptide YY yang dapat menginduksi satiety effect, sementara aktivasi GPR43 dapat menginduksi sensitifitas insulin lewat sekresi GLP-1. Salah satu SCFA, yaitu butirat, dapat membantu menginduksi gen yang berperan dalam proses glukoneogenesis lewat aktivasi AMPK sehingga nantinya dapat meningkatkan metabolisme energi.
Terdapat penelitian lain yang dilakukan oleh Jitpakdee et al. (2021) dimana dilakukan penambahan dua bakteri asam laktat yang tergolong sebagai probiotik yaitu Pediococcus pentosaceus ENM104 dan Lactobacillus plantarum SPS109 dalam susu fermenntasi. Hasil yang diperoleh yaitu aktivitas Pediococcus pentosaceus ENM104 dapat menurunkan kolesterol sedangkan Lactobacillus plantarum SPS109 menghasilkan γ-aminobutyric acid (GABA) yang merupakan neutransmiter dan hormon otak yang dapat menghambat reaksi atau tanggapan neurologis yang negatif sehingga dapat mengurangi rasa cemas dan stres.
Dari ulasan ini, dapat diketahui bahwa tidak semua makanan fermentasi mengandung probiotik. Kelebihan dari makanan fermentasi yang mengandung probiotik ada pada manfaat kesehatannya. Probiotik dapat memberikan manfaat kesehatan melalui kemampuannya dalam memproduksi short chain fatty acid, meningkatkan imun dan mencegah adanya adesi oleh pathogen lewat berbagai macam mekanismenya.
Sumber utama tulisan ini adalah dari:
Marco, M. L., et al. 2021. The International Scientific Association for Probiotics and Prebiotics (ISAPP) consensus statement on fermented foods. Nature Reviews Gastroenterology & Hepatology. Published online January 4, 2021: 1-13. https://doi:10.1038/s41575-020-00390-5
Rahayu, E. S. 2014. Makanan Fermentasi dan Probiotik. Yogyakarta: Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada.