Universitas Gadjah Mada PUI-PT Riset dan Aplikasi Probiotik Terpadu untuk Industri
Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • Tentang Kami
    • Description
    • Vision and Mission
  • Kegiatan
    • Webinar dan Kuliah Umum
    • ISLAB
      • 2nd IC-ISLAB
      • 3rd IC-ISLAB
      • 4th IC-ISLAB
      • 5th IC-ISLAB
    • ACLAB
    • Probiotic Day
      • Probiotic Day in Yogyakarta (2018)
      • Probiotic Day di Bali (2019)
      • Probiotic Day di Yogyakarta (2019)
  • Penelitian
    • About Probiotics
    • Research & Article
    • Publikasi
  • Produk
  • DIGUTBIOSH
  • Hubungi Kami
  • Beranda
  • KULTUR STARTER
  • KULTUR STARTER
Arsip:

KULTUR STARTER

Aspek yang Perlu Diperhatikan dalam Memilih Bakteri Probiotik

Article Saturday, 14 November 2020

Oleh: Prof. Dr. Ir. Endang S. Rahayu, MS.

 

Sesuai dengan definisi yang ada bahwa probiotik merupakan mikroorganisme yang dikonsumsi dalam kondisi hidup dengan jumlah yang cukup serta mampu berkembang biak dalam saluran pencernaan manusia dan membawa manfaat kesehatan (FAO/WHO, 2002). Maka persyaratan utama bakteri probiotik adalah memiliki kemampuan untuk tetap hidup saat melewati lambung, saluran pencernaan dengan berbagai aktivitas enzimatik, akhirnya menuju kolon dan berkembang serta membawa manfaat bagi kesehatan tubuh. Kemampuan berkembang biak pada kolon dapat diuji dengan terdapatnya bakteri probiotik dalam feses setelah subjek mengonsumsi bakteri ini (Utami dkk 2015 dan Rahayu dkk 2016).

Uji strain probiotik dalam feses merupakan uji yang umum dilakukan, sedang untuk membedakan antara bakteri probiotik serta bakteri lainnya yang jumlahnya ribuan kali lebih banyak, diperlukan media selektif khusus untuk strain probiotik terkait. Uji pada media tumbuh digunakan untuk memastikan bahwa strain probiotik tetap hidup dan berkembang pada usus, yang keberadaannya tercermin di feses. Selanjutnya untuk memastikan bahwa strain yang terdapat pada feses betul-betul strain probiotik yang dikonsumsi, dapat dilakukan uji lanjutan secara molekuler berbasis DNA dan alat PCR. Tentu saja kemampuan untuk tumbuh di kolon bukan satu-satunya syarat yang harus dimiliki oleh kandidat probiotik, aspek-aspek lain perlu dipertimbangkan juga.

Pada dasarnya, aspek-aspek yang perlu diperhatikan untuk memilih bakteri probiotik untuk industri adalah sebagai berikut:
(1) Asal-usul strain probiotik dan status keamanannya. Bakteri probiotik yang banyak beredar di pasaran saat ini kebanyakan berasal dari mikrobiota usus manusia sehat, namun banyak pula yang diisolasi dari makanan fermentasi. Pemilihan mikrobiota usus sebagai asal probiotik, untuk mendapatkan strain yang memang dapat hidup dan berkembang biak di usus. Namun makanan fermentasi juga merupakan sumber yang ideal karena makanan ini telah dikonsumsi secara turun temurun selama berabad abad dan terbukti aman. Identifikasi yang jelas terhadap strain yang digunakan juga diperlukan, tidak hanya berdasarkan karakteristik penotipik namun juga berdasarkan molekuler (16srRNA). Strain probiotik juga harus disimpan pada Culture Collection yang bereputasi internasional.

(2) Aspek fisiologi strain probiotik. Strain probiotik harus hidup dan melakukan kolonisasi pada lumen usus sehingga perlu dipertimbangkan resistensi terhadap pH rendah dan bile salt, termasuk kemampuan aderensi pada sel epitel manusia. Pertimbangan yang lain adalah memiliki aktivitas anti-mikroorganisme serta kemampuannya untuk menghasilkan enzim atau metabolit tertentu yang dapat membawa manfaat bagi tubuh inang. Daya antagonistis terhadap patogen enterik spesifik (kalau di Indonesia, patogen tropis perlu dipertimbangkan), kemampuan mengasimilasi serum kolesterol dan men-dekonjugasi bile salt, memproduksi asam amino, GABA, asam folat, vitamin, bahkan serotonin, serta memiliki β-galaktosidase, serta enzim-enzim yang lain, merupakan aspek-aspek yang banyak diteliti.

(3) Aspek teknologi. Strain probiotik harus memiliki toleransi yang tinggi terhadap berbagai proses pengolahan pangan. Strain harus memiliki toleransi tinggi terhadap kekeringan, suhu tinggi maupun suhu rendah. Memiliki stabilitas dan viabilitas yang tinggi selama proses, pembekuan, pengeringan, pendinginan, serta penyimpanan. Strain yang akan digunakan untuk proses fermentasi harus memiliki kemampuan untuk menghasilkan produk fermentasi yang dapat diterima oleh konsumen. Apabila strain probiotik digunakan sebagai co-starter juga harus mampu berinteraksi dengan mikroorganisme utama di dalam proses fermentasi. Viabilitas pada produk akhir tetap tinggi sesuai dengan ketentuan pangan probiotik 107-9 CFU/g produk.

(4) Aspek fungsional. Probiotik harus membawa manfaat kesehatan bagi tubuh, sehingga perlu dipertimbangkan aspek fungsional yang berasal dari strain. Beberapa aspek fungsional yang dapat diperoleh dari strain probiotik adalah sebagai immunomodulator, antialergi, antihipertensi, antikanker, dll, sesuai dengan karakteristik masing-masing strain yang digunakan. Aspek-aspek di atas adalah strain dependen atau tergantung dari strain probiotik itu sendiri. Setiap aspek yang diteliti harus dibuktikan melalui penelitian ilmiah yang terstruktur. Bahkan manfaat kesehatan yang dimiliki oleh strain probiotik tertentu harus dibuktikan melalui uji klinis yang selanjutnya dipublikasikan dalam jurnal ilmiah bereputasi.

Tim peneliti probiotik Fakultas Teknologi Pertanian dan Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada telah melakukan penelitian panjang mulai dari skrining probiotik dari berbagai sumber serta mempelajari aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan sebelum strain indigenos ini dapat masuk ke dunia industri. Perlu waktu panjang serta kegiatan yang konsisten untuk dapat membawa hasil penelitian ke industri dan pasar.

 

Referensi:
Utami T, Cahyanto MN, Juffrie M, and Rahayu ES. 2015. Recovery of Lactobacillus casei strain Shirota (LcS) from the intestine of healthy Indonesian volunteers after intake of fermented milk and its impact on the Enterobacteriaceae faecal microbiota. International Journal of Probiotic and Prebiotic 10 (2/3): 77-84

Rahayu ES, Cahyanto MN, Mariyatun, Sarwoko MA, Haryono P, Windiarti L, Sutriyanto J, Kandarina, I, Nurfiani S, Zulaichah E, Utami T. 2016. Effects of consumption of fermented milk containing indigenous probiotic Lactobacillus plantarum Dad-13 on the fecal microbiota of healthy Indonesian volunteers. International Journal of Probiotics and Prebiotics. 11(2): 91-98.

Peran Probiotik Menghadapi Kanker Kolon

Article Saturday, 14 November 2020

Oleh: Nancy Eka Putri M. S.Pt., M.Sc.

Kanker merupakan penyakit mematikan yang ditakuti oleh semua orang. Terdapat 9,8 juta kematian yang terjadi akibat kanker pada tahun 2018, dan kanker kolon atau colorectal cancer (CRC) merupakan jenis kanker yang menempati urutan ketiga paling umum terjadi di dunia dengan 1,80 juta kasus dan menempati urutan kedua dengan angka kematian tertinggi di dunia yaitu 862.000 kematian (WHO, 2018). Peningkatan CRC pada negara berkembang dapat disebabkan oleh peningkatan populasi yang menua, kebiasan hidup modern, kebiasaan diet, dan peningkatan faktor resiko CRC. Faktor resiko CRC adalah penyakit genetik, merokok, alkohol, dan kurangnya olahraga Persentase kematian CRC di Indonesia pada 2014 sebesar 10% dari 103.000 angka kematian CRC pada pria dan 8,5% dari 92.000 pada wanita. (Kupers, et al., 2016; Mustafa et al., 2016; Anonim, 2014)

Pencegahan CRC ini dapat dilakukan dengan mengonsumsi probiotik. Sivamaruthi et al. (2020) dalam jurnalnya memberikan mekanisme yang mendasari sifat anti-kanker probiotik pada kanker kolon yang terdapat pada gambar 1.

Gambar 1. Mekanisme sifat anti-kanker dari probiotik (Sivamaruthi et al., 2020)

Beberapa studi menyebutkan bahwa peran probiotik dalam menekan kanker kolon melalui SCFA. SCFA secara menyeluruh berperan dalam menjaga lingkungan kolon agar tetap sehat, dan Butirat yang merupakan komponen SCFA berperan besar dalam kesehatan usus besar karena dapat menghambat proliferasi sel, menginduksi diferensiasi sel, mempromosikan sel apoptosis, sebagai  anti-tumor yang berguna mereduksi invasi sel tumor.

Mekanisme Butirat dalam menekan CRC terdapat pada gambar 2. Probiotik yang dikonsumsi membantu gut microbiota dalam menfermentasi serat yang dimakan sehingga terdapat peningkatan SCFA termasuk butirat. Butirat dapat menghambat perkembangan CRC dan meningkatkan kesehatan usus dengan beberapa cara yaitu mengurangi ekspresi NRP-1 dengan menghambat transaktivasi Sp1 untuk menekan angiogenesis, metastasis, dan kelangsungan hidup sel CRC. Butirat dapat mempromosikan apoptosis sel CRC dengan menghiperaktifkan jalur Wnt signaling.  Butirat juga dapat membatasi proliferasi sel, dan menginduksi apoptosis sel dalam sel CRC melalui upregulasi ekspresi miR-203, P21waf1 dan bax, dan mempromosikan ekspresi endocan.  Sementara itu butirat dapat meningkatkan p57 mRNa dan level protein dengan menghambat ekspresi c-Myc, yang mengurangi transkripsi kluster miR-17-92a dan level miR-92a. Secara kolektif, interaksi antara butirat, NRP-1. Wnt. Endocan, P21waf1 dan bax, miR-203 dan miR-92a memediasi efek anti-proliferasi dan pro-apoptosis dari butirat dalam sel CRC (Wu et al., 2018).

Gambar 2 mekanisme butirat menekan CRC (Wu et al., 2018)

 

Referensi:

Anonim. 2014. Cancer mortality profile: Indonesia. World Health Organization. WHO%20indonesian%20cancer%20colon. Accessed

Kuipers, E. J., W. M. Grady, D. Lieberman, T. Suefferlein, J. J. Sung, P. G. Boelens, C.J.H. can de Velde, dan T. Watanabe. 2016. Colorectal cancer. Nat. Rev. Dis. Primers. 15(1):15065.

Mustafa, J. Menon, R. K. Muniady, E.L. Illzam, M. J. Shah, dan A. M. Sharifa. 2016. Colorectal cancer: pathogenesis, management, and prevention. IOSR-JMDS. 15 (5) : 94 – 100.

Sivarmaruthi, B. S., P. Kesika, dan C. Chaiyasut, 2020. The role of probiotic in colorectal cancer management. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. 20. 1-17.

WHO. 2018. Cancer. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/cancer. Diakses tanggal 21 Mei 2020.

Wu, X., Y. Wu, L. He, L. Wu, X. Wang, dan Z. Liu. 2018. Effects of the intestinal microbial metabolite butyrate development of colorectal cancer. J. cancer. 9 (14): 2510-2517.

”ProbioGama”, Probiotik Powder Unggulan UGM

ArticleProductsResearch Saturday, 14 November 2020

Oleh: Pratama Nur Hasan, STP., M.Sc.

Bagi sebagian orang masih cukup awam dengan istilah probiotik. Probiotik dapat diartikan sebagai mikrobiota yang memiliki manfaat terhadap kesehatan terhadap inangnya (FAO/WHO, 2002). Probiotik sudah cukup banyak di pasaran dalam bentuk minuman kemasan dan dalam bentuk serbuk yang dikemas dalam sachet.

Tim peneliti PSPG dan FTP UGM telah banyak melakukan proses isolasi probiotik, salah satu produk probiotik powder unggulannya adalah “ProbioGama”.  ProbioGama adalah powder Probiotik lokal yang berisi bakteri Lactobacillus plantarum Dad-13, yang merupakan bakteri indigenous yang diisolasi oleh Tim Peneliti Probiotik PSPG dan FTP UGM. Probiogama dikemas dalam sachet alumunium foil dengan berat 1 gram dan tiap gram memiliki viabilitas 109 cfu/g bakteri hidup.

ProbioGama yang mengandung probiotik L. plantarum Dad-13 telah melalui berbagai macam penelitian yang menunjukkan manfaat kesehatan utamanya kesehatan saluran pencrenaan. Konsumsi susu fermentasi yang mengandung probiotik L. plantarum Dad-13 selama 20 hari dapat meningkatkan mikrobiota L. plantarum  mengelami peningkatan, sedangkan bakteri pathogen seperti Enterobactericiae  dan E. Coli  mengalami penurunan (Rahayu et al, 2016).  

ProbioGama juga telah banyak digunakan untuk penelitian seperti pada anak malnutrisi di Desa Belanting, Lombok Timur serta pada subjek anak SMP di Ngemplak, Yogyakarta dan Samosir, Sumatera utara. Pada penelitian di Yogyakarta menunjukkan bahwa ProbioGama yang mengandung probiotik L. plantarum Dad-13 (2×109 cfu/g) selama 65 hari dapat meningkatkan bakteri baik seperti L. plantarum dan Lactobacillus serta mampu menekan pertumbuhan bakteri pathogen E. Coli dan non E. Coli  coliform hingga 55% dan 75% (Banin et al, 2019). Penelitian lain pada anak-anak malnutrisi di Belanting, Lombok Timur yang mengonsumsi ProbioGama selama 3 bulan menunjukkan peningkatan mikrobiota baik seperti L. plantarum dan penurunan Enterobactericiae. Selain itu juga dapat meningkatkan Body Mass Index secara signifikan (Ahmad dkk, publikasi sedang disiapkan).

 

Sumber :

Banin, Maghfirotin Marta, Tyas utami, Muhammad Nur Cahyanto, Jaka Widada, Endang S Rahayu. 2019. Effects of Consumption of Probiotic Powder Containing Lactobacillus plantarum Dad-13 on Fecal Bacterial Population in School-Age Children in Indonesia. International Journal of Probiotics and Prebiotics. Vol 14 p 1-8.

Rahayu, Endang S, Muhammad N. Cahyanto, Mariyatun, Martinus-Agus Sarwoko, Pri Haryono, Linda Windiarti, Joko Sutriyanto, Istiti Kandarina, Sri Nurfiani, Eni Zulaichah, Tyas Utami. 2016. Effects of Consumption of Fermented Milk Containing Indigeneous Probiotic Lactobacillus plantarum Dad-13 on The Fecal Microbiota of Healthy Indonesian Volunteers. International Journal of Probiotics and Prebiotics. Vol 11 p 91-98

WHO – FAO Joint working Group Report. 2002. Guidelines for The Evaluation of Probiotics in Food.

Wah, ProbioGama juga Berperan dalam Short Chain Fatty Acid !

Research Saturday, 14 November 2020

Oleh:  Nancy Eka Putri M., S. Pt., M.Sc.

Kita telah mengetahui bahwa ProbioGama merupakan produk probiotik unggulan dari UGM. Probiotik berbentuk powder yang diproduksi oleh Unit Produksi Probiotik dan Kultur Starter Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM ini selain berperan dalam menjaga keseimbangan populasi gut microbiota, juga berperan sangat baik untuk menjaga keseimbangan lingkungan kolon melalui Short Chain Fatty Acid atau biasa disingkat SCFA.

SCFA atau asam lemak rantai pendek merupakan hasil fermentasi dari karbohidrat tak tercerna atau terserap oleh usus halus. SCFA yang paling banyak yaitu asam asetat, asam propionat, dan asam butirat.  SCFA secara umum berperan dalam mempengaruhi lingkungan kolon agar nutrien yang kita makan terserap dengan baik. SCFA juga memiliki manfaat secara khusus untuk masing-masing komponen, asam asetat merupakan komponen SCFA yang mempunyai konsentrasi tertinggi berfungsi sebagai substrat utama sintesis kolesterol; asam propionat yang berguna sebagai anti-mikrobia, anti-inflamasi, dan meningkatkan sensitifitas insulin; serta asam butirat yang merupakan antikarsinogenik dan anti-inflamasi sehingga dapat berguna untuk mencegah kanker kolon (Vipperia dan S. O’Keefe, 2012).

Rumus kimia SCFA yaitu:

59C6H12O6 + 38H2O → 60 asam asetat + 22 asam propionat + 18 asam butirat + 96CO2 + 256H+

(Zeng et al., 2014)

Penelitian tentang efek ProbioGama dalam menjaga kesehatan lingkungan kolon sudah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia seperti di Yogyakarta dan Sumatera Utara. Dilansir dari jurnal Banin et al. (2019), ProbioGama yang berisi 109 cfu/g bakteri indigenous Lactobacillus plantarum Dad-13 dan dikonsumsi selama 60 hari dapat meningkatkan konsentrasi SCFA anak-anak sehat usia sekolah di Ngemplak, Yogyakarta terutama untuk konsentrasi asam propionat. Konsentrasi asam propionat meningkat secara signifikan pada kelompok probiotik apabila dibandingkan dengan plasebo. Peningkatan konsentrasi asam propionat terjadi pada 85% individu pada kelompok probiotik, diikuti oleh asam asetat dan asam butirat yaitu sebesar   65% dan 60%. Selain itu, peningkatan SCFA ini juga diperkuat dengan penurunan pH kolon secara signifikan.

Mekanisme ProbioGama menjaga kesehatan lingkungan kolon yaitu probiotik indigenous L. plantarum Dad-13 yang terkandung dalam produk akan menambah jumlah bakteri baik (seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus) dalam kolon sehingga lebih banyak nutrien yang difermentasi oleh bakteri baik dan akan meningkatkan SCFA. Peningkatkan SCFA ini membuat kolon berada pada kondisi asam karena pH kolon turun seiring peningkatan SCFA. Bakteri patogen dalam kolon yang tidak tahan pada pH rendah akan mengalami penurunan populasi sehingga populasi gut microbiota dan lingkungan kolon menjadi seimbang. Kondisi lingkugan yang baik ini akan membantu penyerapan nutrien menjadi lebih optimal.

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa ProbioGama baik dikonsumsi untuk menjaga kesehatan lingkungan kolon.

 

Referensi:

Banin, M. M., T. Utami, M. N. Cahyo, J. Widada, and E. S. Rahayu. 2019. “Effects of Consumption of Probiotic Powder Containing Lactobacillus plantarum Dad-13 on Fecal Bacterial Population in School-Age Children in Indonesia.” International Journal of Probiotics and Prebiotics 14(2016): 1–8.

Vipperia, K. dan S. O’Keefe. 2012. The Microbiota and its Metabolites in Colonic Mucosal Health and Cancer Risk. Nutrition in Clinical Practice. 27 (5) : 624 – 635.

Zeng, H., D. L. Lazarova, dan M. Bordonaro. 2014. Mechanismc linking dietary fiber, gut microbiota and colon cancer prevention. World J. Gastrointest Oncol. 6 (2) : 41 – 51.

Gut Microbiota: Perkembangannya pada Manusia

Article Saturday, 14 November 2020

Gut Microbiota: Perkembangannya pada Manusia

Oleh Tim Peneliti Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM

Saat ini ilmu gut microbiota berkembang dengan pesat, terutama didukung oleh peralatan canggih yang secara cepat dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai jenis mikroorganisme yang terdapat dalam saluran pencernaan manusia. Berawal dari ketertarikan Theodor Escherich (1857-1911) terhadap faktor penyebab diare pada bayi. Dia menggoreskan feses bayi pada gelas preparat dilanjutkan dengan pengamatan menggunakan mikroskop. Hasil dari pengamatan tersebut diperoleh perbedaan komposisi populasi bakteri pada feses bayi yang minum air susu ibu (ASI) dan susu botol. Dia memberi nama Bacterium coli communior sebagai bakteri yang dominan pada feses, bakteri ini diperkirakan mencerminkan keberadaan bakteri pada kolon, yang selanjutnya diberi nama Escherichia coli. Selain itu, pada Tahun 1899 Tissier menemukan bahwa bakteri Probiotik dan Gut Microbiota yang predominan pada usus bayi ASI adalah bakteri anaerob yang diberi nama Bacillus bifidus, yaitu bakteri yang berbentuk bifid (Y). Penelitian ini merupakan awal dari penemuan Bifidobacterium yaitu bakteri yang dikenal baik pada usus manusia. Metchnikoff (1908) juga melakukan pengamatan terhadap orang Bulgaria yang tetap sehat saat berusia lanjut, diduga berasal dari konsumsi yogurt yang mengandung bakteri hidup, Lactobacillus. Teori ini menjadi landasan konsep probiotik yang saat ini diartikan sebagai konsumsi sel hidup yang memiliki efek kesehatan bagi tubuh. Ketiga peneliti ini merupakan pionir di bidang penelitian mikrobiota usus (gut microbiota). Penelitian tentang gut microbiota saat ini juga sedang dilakukan oleh Tim Peneliti Probiotik – Gut Microbiota Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada (FTP-UGM). Diharapkan, data yang diperoleh dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara pola makan, gut microbiota, dan kondisi kesehatan.

Kini, dengan menggunakan teknik molekuler seperti teknik PCR (Polimerase Chain Reaction) dengan berbagai jenis primer tidak hanya bakteri-bakteri yang telah dikulturkan saja yang dapat terdeteksi, namun juga termasuk unculturable microorganism, yang justru lebih dominan di dalam usus sehingga jenis maupun jumlah mikroorganisme yang terdapat di saluran pencernaan dapat diperkirakan. Apalagi didukung dengan peralatan canggih seperti Next Generation Sequencing (NGS) dapat diperoleh informasi megenai microbiota, microbiome, metagenomic, metatranscriptomic, metabolomics, gene profile. Selanjutnya, metode kultur maupun metode non kultur dapat digunakan untuk menjawab mikroorganisme yang terdapat dalam mikrobiota usus. Dengan NGS dapat dilakukan gen profiling serta analisis berbagai gen-gen fungsional yang terdapat pada komunitas mikrobiota usus. Gen profi ling dan gen-gen fungsional dapat digunakan untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh mirobiota usus.

Saat ini penelitian mikrobiota usus dilakukan dari hasil analisis mikrobiota yang ada pada feses volunteer. Walaupun mungkin ada perbedaan yang signifikan antara mikrobiota yang benar-benar berada di dalam usus namun, sampel yang mencerminkan usus melalui endoskopi sulit untuk dilakukan. Oleh sebab itu, sampai dengan saat ini, walaupun disebutkan sebagai gut microbiota, namun secara umum dapat dipahami bahwa kenyataannya yang dimaksud yaitu fecal microbiota. Diharapkan, mikrobiota feses ini dapat mencerminkan keberadaan mikrobiota usus. Saat ini, mikrobiota usus tidak hanya dikaitkan dengan penyakit saluran pencernaan saja, namun juga penyakit-penyakit yang tampaknya tidak ada hubungannya, tapi dari hasil penelitian terkini ternyata ada kaitannya satu dengan yang lain, yaitu diabetes tipe II, kegemukan, obesitas, depresi, anorexia nervosa, autism, penyakit parkinson, alergi, asma, liver, dan corona virus disease-19.

 

Oleh

Tim Peneliti Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM

[ARTIKEL] Gut Microbiota, Dysbiosis dan Konstipasi

Article Saturday, 14 November 2020

Gut Microbiota, Dysbiosis dan Konstipasi

(ESR edisi Gut Microbiota)

 

Konstipasi atau sembelit diartikan sebagai frekuensi buang air besar yang lebih sedikit dibandingkan normal. Pada individu normal, dalam satu minggu, buang air besar setidaknya lebih dari 3x, bahkan ada yang melakukannya rutin setiap pagi hari. Namun jika frekuensi buang air besar kurang dari 3 kali seminggu, maka seseorang disebut mengalami konstipasi. Akibatnya ninja menjadi kering dan keras dan lebih sulit dikeluarkan. Konstipasi disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya, pola makan yang kurang teratur, kurang serat, jarang berolah raga, stress, depresi, kesibukan yang luar biasa, dll.  Konstipasi yang tidak ditangani dengan baik, dapat memicu terjadinya kanker kolon.

Apakah ada hubungan antara konstipasi dan gut microbiota? Jawabannya adalah IYA.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di PSPG UGM, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata komposisi gut microbiota orang Indonesia sehat dan wanita konstipasi. Komposisi yang jauh dari normal pada penderita konstipasi inilah yang disebut sebagai dysbiosis. Namun demikian, saat ini masih sulit ditentukan jenis bakteri yang dapat digunakan sebagai penanda pada penderita konstipasi. Masih diperlukan banyak penelitian untuk memilih bakteri penanda dengan harapan kedepan dapat digunakan sebagai probiotik untuk mengatasi dysbiosis. Modulasi gut microbiota diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengatasi konstipasi.

Salam sehat selalu.

Obesitas, Gut Microbiota dan Lactobacillus plantarum

Article Saturday, 14 November 2020

Ilustrasi: Google

 

 

Lactobacillus plantarum mampu menjaga keseimbangan gut microbiota orang Indonesia.  Keseimbangan gut microbiota mendukung kesehatan usus.

Individu obesitas ternyata memiliki komposisi gut microbiota berbeda dengan individu yang normal.  Terdapat 4 phylum yang mendominasi gut microbiota (Indonesia) yaitu Firmicutes, Bacteroides, Actinobacteria, dan Proteobacteria. Beberapa jenis gut microbiota dapat mengekstrak energi yang diperoleh dari metabolisme karbohidrat yang tidak tercerna menjadi SCFA yang selanjutnya berpengaruh pada perubahan metabolisme tubuh, diantarnya  disimpan dalam bentuk lemak. Walaupun jenis mikroorganisme yang dapat mengekstrak energi ini belum dapat dipastikan, namun yang jelas bahwa komposisi gut microbiota antara individu dengan berat badan normal dan yang mengalami obesitas adalah berbeda. Berdasar publikasi yg ada, dilaporkan bahwa bagi penderita obesitas populasi Firmicutes meningkat, dilain pihak Bacteriodetes nya menurun.  Bagaimana dengan manipulasi gut microbiota agar yang semula dalam kondisi tidak seimbang dikembalikan ke kondisi seimbang? Apakah Lactobacillus plantarum yang merupakan salah satu penghuni usus Indonesia ini dapat digunakan untuk menyeimbangakan gut microbiota.

Penelitian yang dilakukan di PSPG (Pusat Studi Pangan dan Gizi) UGM membuktikan bahwa probiotik indigenous yg dimiliki oleh para peneliti UGM Lactobacillus plantarum Dad-13, yang dikonsumsi selama 90 hari oleh para penderita obesitas dapat menurunkan populasi Firmicutes dan meningkatkan Bacteroides (khususnya Prevotella), dan untuk para subyek wanita beratnya turun secara signifikan.  Namun masih diperlukan pembuktian lebih lanjut, agar mekanismenya dapat dijelaskan. Salam sehat dan semangat.

 

(Edisi Gut Microbiota dan Probiotik, ESR)

Berita Terakhir

  • Probiotik harus mampu tumbuh di usus untuk dapat memberikan manfaat kesehatan
  • PSPG dan PUI-PT Probiotik Menerima Kunjungan BPOM Dalam Rangka Benchmark Pengembangan Baku Mikrobia
  • PUI-PT Probiotik, PSPG, Departemen TPHP FTP UGM, dan PT Mazaraat Lokanatura Indonesia Melaksanakan Diskusi Potensi Pembuatan Pusat Unggulan Riset Cheese and Creamery
  • PUI-PT Probiotik PSPG sukses Menyelenggarakan 12th Probiotic and Gut Microbiota Day – One Day Offline Seminar
  • 12th Probiotic and Gut Microbiota Day – One Day Offline Seminar
Universitas Gadjah Mada

PUI-PT Riset dan Aplikasi Probiotik Terpadu untuk Industri (PUI-PT PROBIOTIK)

Pusat Studi Pangan dan Gizi

Universitas Gadjah Mada

Jalan Teknika Utara Barek, Yogyakarta 55281

 puipt-probiotics.pusdi@ugm.ac.id

 (0274) 589242

 (0274) 589242

Instagram: https://www.instagram.com/probiotics.ugm/

Facebook : https://facebook.com/probiotics.ugm

Youtube : https://www.youtube.com/channel/probiotics_ugm

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY